Jakarta –
Malean Sampi, tradisi mengejar sapi, digelar di tengah persawahan subur Kecamatan Lingsar dan Narmada di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Apa Maknanya dan Kapan Dirayakan, Berikut Fakta Tradisi Malea Sampi.
Tradisi ini dipandang sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah dan menyambut datangnya hujan. Festival ini bukan sekadar kompetisi, tapi juga perayaan penuh makna atas persatuan dan kearifan lokal.
Mengutip penelitian sekelompok mahasiswa Universitas Mataram tentang penciptaan produk malean-sampi masyarakat Narmada sebagai bagian dari pariwisata, dikatakan bahwa tradisi ini terus berubah dan bergerak seiring perkembangan zaman.
Kalau dulu malean sampi sangat disakralkan dan memiliki beberapa ritual di dalamnya, misalnya para joki harus mencari mimpi indah untuk mengikuti lomba malean sampi, namun kini malean sampi juga digunakan sebagai ajang kampanye legislatif. dan calon pemimpin untuk memenangkan suara terbanyak dalam pemilu pedesaan, pemilu lokal, atau pemilu parlemen.
Arti tradisional
Malean sampi berasal dari kata sasaka yang berarti “menggembalakan sapi”. Berbeda dengan Karapan Sap Madurai, Malean Sampi Lombok bukanlah ajang lomba kecepatan, melainkan acara syukuran petani setelah panen dan menjelang musim tanam baru.
Arena berlumpur
Malean Sampi diadakan di sawah berlumpur di Kecamatan Lingsar dan Narmada, menciptakan pengalaman seru dan unik saat sapi berlari melewati jalan berlumpur yang licin. Tradisi tersebut diturunkan dari generasi ke generasi
Budaya ini telah dilestarikan dari generasi ke generasi, menjadi salah satu acara adat penting di Lombok, merayakan kerjasama dan persahabatan dengan menampilkan sapi hias pulau tersebut.
Sebelum bertanding, sapi-sapi tersebut dihias dengan hiasan seperti bendera, stiker, dan spanduk. Hal ini selain menambah daya tarik visual, juga menjadi kebanggaan tersendiri bagi seorang joki berpengalaman
Setiap pasang sapi dikelola oleh seorang joki tangguh dan berpengalaman. Sapi yang bersaing “dibunuh” atau diperkenalkan dengan sapi jantan, yang memudahkan persiapan mereka untuk kompetisi. Tidak ada pemenang dan pecundang.
Malean Sampi tidak fokus pada menang atau kalah. Sapi yang berlari dengan baik tanpa banyak belokan menjadi daya tarik bagi para pedagang ternak yang kerap rela membeli hewan tersebut dengan harga mahal yang bisa mencapai 30-35 juta rupiah untuk parade dan budaya Lombok.
Acara diawali dengan parade pasangan sapi keliling arena, diiringi penampilan kesenian khas Lombok seperti Peresean, dan diakhiri dengan acara makan ala Sasaki yang dikenal dengan Begibung, yang mencerminkan rasa persatuan dan kebersamaan masyarakat.
Selain lomba, wisatawan juga diajak menikmati tradisi makan bersama ala Sasaki yang disebut Begibung, simbol kesatuan budaya Lombok.
Saksikan Serunya Berselancar di Pantai Teleng Rio Pakitan (fem/fem)
Leave a Reply