Jakarta –
Kementerian Desa dan Pembangunan Desa Tertinggal (PDT) mendukung partisipasi sektor swasta dalam pembangunan desa tertinggal. Hal ini mencerminkan terbatasnya anggaran kementerian.
Menteri Desa dan PDT Yandri Susanto menilai kerja sama dengan lembaga eksternal diperlukan untuk mengoptimalkan pembangunan dan peningkatan kapasitas di desa. Setidaknya 400 perusahaan akan terlibat dalam mendukung pembangunan desa di Indonesia.
“Kami membuka forum kemarin. Dua minggu lalu, ada 400 perusahaan CSR yang akan kami libatkan untuk dikembangkan. khususnya daerah tertinggal,” kata Yandri dalam rapat kerja (Raker) dengan Komisi V DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat. Pada Kamis (11/7/2024).
Peningkatan investasi di desa dan kerja sama dengan perusahaan Sebagai salah satu dari delapan rencana aksi yang akan menjadi fokus ke depan, Yandri mengatakan, dalam dua pekan ke depan dirinya akan bertemu dengan beberapa mitra strategis.
“Dalam dua minggu ke depan kami akan melakukan beberapa pertemuan dengan berbagai pihak. yang ingin mendukung pembangunan desa baik dari dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu, banyak masyarakat yang antri menunggu hasil komunikasi kita yang bermanfaat bagi pembangunan desa,” ujarnya.
Yandri mengatakan, saat ini BUMDes penyelenggara pariwisata baru berjumlah 6.000 buah, padahal potensinya 27.000 buah. Menurutnya, pengembangan potensi tersebut tidak bisa mengandalkan APBN karena anggarannya sangat kecil.
“Jangan hanya fokus pada dana desa APBN, tapi dengan akal sehat kita banyak teman-teman, itu bisa kita jadikan solusi terbaik,” ujarnya.
Inisiatif untuk meningkatkan kerja sama dengan pihak swasta ini juga didukung oleh hasil kunjungannya selama dua minggu terakhir ke beberapa daerah dalam rangka masalah pembelian. Di sana ia menemukan beberapa desa wisata yang mencapai pembangunan ekonomi tanpa bergantung pada pendanaan negara.
Misalnya, Desa Ngoran di Nglegok, Provinsi Blitar, yang memproduksi Jimbe Kendang yang bisa diekspor ke China dengan nilai Rp 17,5 miliar per tahun, telah mendapat dukungan kapasitas dari Astra International.
Ada pula Desa Kembangbelor di Mojokerto, Jawa Timur yang dikembangkan menjadi desa wisata Bernah De Vallei. Desa ini bisa dikembangkan tanpa dana pemerintah.
“Mereka menggunakan usaha patungan antara seluruh kepala keluarga di desa untuk memberikan dividen bulanan, kadang Rp1,5 juta atau Rp2 juta per rumah. Saya bahkan menceritakan kepada kepala desa tentang kunjungan saya ke panti jompo atau panti jompo. Katanya tidak ada. “Pak, rumahnya bagus semua karena ini desa wisata,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini menjadi bukti bahwa desa mempunyai potensi yang besar. yang jika dikembangkan oleh departemen yang tepat akan membuahkan hasil yang luar biasa. Menurutnya, cara-cara seperti itu di desa-desa tersebut harus direplikasi untuk pembangunan di desa-desa lainnya.
“Saya sedang merencanakan potensi apa yang bisa ditiru oleh Indonesia. Tentu saja saya meminta bantuan. Mari kita bekerja sama untuk meningkatkan potensi tersembunyi kita. Saya tidak akan banyak berada di Jakarta dalam beberapa bulan ke depan. Besok kami akan ke Bengkulu, dilanjutkan di Lampung Bangka Belitung, “Kami masih ingin menyelesaikan masalah ini dulu. Sehingga ketika mengambil keputusan, langkah strategis akan diikuti dengan politik anggaran. Saya kira kami tidak salah,” kata Yandri.
Tonton juga video: Mendes Yandri akui tata kelola dana desa belum maksimal.
(sc/foto)
Leave a Reply